“Nobitaaaaaa......!!!! demikian teriakan ibu nobita yang
sering kita dengar di film maupun baca di komik doraemon. Karakter Ibu dalam
serial doraemon memang sangat kuat. Meskipun bukan sebagai karakter utama,
karakter ibu bisa melengkapi dan turut andil dalam penciptaan karakter utama
nobita. Nobita dilukiskan sebagai anak kecil yang tidak pintar, cengeng, dan
pemalas. Karakter ibu yang sering memarahi nobita makin memperkuat “nilai jual”
karakter nobita yang memang diinginkan pencipta komik ini {fujiko f fujio}.
Karakter ibu memang kuat. Dalam kehidupan nyata
penghormatan terhadap ibu seolah olah diatas bapak. Hal itu memang terjadi
dalam segala aspek, baik politik, pemerintahan, dsb. Bisa kita lihat dari
istilah ibu kota dan ibu negara. Bahkan pemerintah sampai menetapkan hari ibu.
Sebegitu
dihormatinya ibu tak bisa lepas dari nilai filosofi ibu itu sendiri. Ibu
sebagai yang melahirkan bisa berarti sangat luas. Dalam proses melahirkan itu
pun perlu perjuangan yang bukan main.
Seniman yang melahirkan karya bernilai tinggi perlu usaha yang bahkan sampai
puluhan tahun. Penulis yang menghasilkan karya tulis bagus juga perlu riset
mendalam dengan data yang sangat akurat. Komikus yang melahirkan karya best
seller pun demikian. Komikus naruto saat menciptakan karakter naruto saja
menurut pengakuan masashi kisimoto sang creator, perlu ribuan kertas. Demikian
pula doraemon yang disebut komik best seller sepanjang massa. Saat proses
penciptaan karya ini, duo komikus fujiko dan fujio sudah terbiasa kekurangan
jam tidur.
Perjuangan
Ibu
Lalu bagaimana dengan ibu yang sesungguhnya? Seperti
seniman yang ingin melahirkan karya bagus dan bermanfaat, ibu pun demikian.
Saat melahirkan bayinya ibu berjuang seolah sudah tak memikirkan dirinya lagi.
Itupun belum cukup. Setelah “karya”nya lahir, ibupun ingin karyanya bagus dan
berguna bagi sekitarnya. Untuk itulah semenjak kecil sudah dididik, baik lewat
norma dan agama maupun pengetahuan.
Proses penciptaan karya ini tidak berhenti sampai disini.
Saat melewati masa remaja sampai dewasa, peran ibu sangat besar pengaruhnya
untuk perkembangan anak. Walau bisa menjadi dasar, pendidikan yang ditanamkan
sejak dini masih belum cukup membuat anaknya bisa berhasil sampai dewasa, Butuh
pengawasan, pendampingan, dan berbagai bentuk metode pendidikan yang
disesuaikan usia anak. Belum lagi masalah yang datang dari luar, seperti
pergaulan yang riskan dengan hal hal negatif, pengaruh budaya dari kemajuan
jaman, serta proses pencarian jati diri yang juga sangat beresiko, dan ini
menjadi hambatan terbesar yang bisa menentukan apakah anaknya akhirnya bisa
menjadi “karya” yang bagus atau tidak.. Karena itulah sang ibu akan sangat
bangga jika melihat anaknya menjadi orang yang sukses dan berhasil. Seolah-olah
ia telah menciptakan karya yang hebat.
Jika diibaratkan seniman, ibu tentulah seniman yang
sangat hebat. Tantangan yang dihadapi seniman sebagian besar adalah hal teknis
dalam penciptaan karya, serta non teknis seputar marketing, pengaruh
masyarakat, style, dan sebagainya. Namun “benda” yang akan dijadikan karya oleh seniman
tersebut dalam posisi pasif dan “menurut” pada seniman. Sehingga seniman bisa
lebih fokus dalam berkarya. Sedangkan ibu tidak. Yang ibu hadapi lebih rumit. Bagaimana
ibu menghadapi benda hidup yang makin berkembang pemikirannya. Ibu juga tidak
bisa bertindak sebagai bos terhadap benda yang akan jadi karyanya ini. Walau
mungkin anaknya terlihat menurut, hal yang tersirat pun kadang juga harus diperhatikan.
Diidolakan
anaknya yang hebat
Demikian beratnya tantangan ini menjadikan penghormatan
terhadap ibu sudah merupakan keharusan. Itu
pula yang membuat banyak “karya hebat” yang sangat mengidolakan ibunya. Salah
satu putra terbaik bangsa, B.J Habibie yang juga mantan presiden ketiga RI,
termasuk salah satu diantaranya. Semenjak ayahnya meninggal karena serangan
jantung saat Habibie berusia 14 tahun, ibulah yang menjadi penopang hidupnya.
Sang ibu dengan sekuat tenaga berusaha mendampingi Habibie yang memang
bertalenta tinggi.
Bekal pendidikan dan agama sejak dini dari orang tua
terutama ibu ini akhirnya menunjukkan hasilnya. Saat menginjak SMA, Habibie
yang berasal dari pare pare sulawesi selatan, akhirnya pindah ke bandung. Di
SMA habibie sudah mulai difavoritkan karena kepintarannya. Setelah tamat SMA,
beliau melanjutkan ke ITB yang hanya satu tahun, dan kemudian pindah ke jerman.
Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule Jerman tahun 1960, dan
kemudian mendapatkan gelar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965 dengan
predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB
Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke
Indonesia. Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/kepala
BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN industri strategis, dipilih MPR menjadi Wakil
Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI
menggantikan Soeharto.
Keberhasilan salah satu putra terbaik bangsa ini lah yang
menunjukkan bagaimana hebatnya peran ibu. Sejak lahir mungkin bakat dan talenta
sudah ada padanya. Namun semua itu akan menjadi sia sia tanpa ada pihak yang
memberi landasan kuat. Hal ini pula yang menentukkan keberhasilan anak. Meskipun
ada faktor lain yang bisa terjadi, seperti ketiadaan ibu saat anak masih bayi
karena sakit, dsb. Dengan kondisi demikian peran ibu digantikan ayah atau orang
terdekatnya. Atau dengan kata lain yang menjadi ibu disini adalah ayah atau
orang terdekatnya. (Donny J - UCOMIC)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar