Jumat, 11 Januari 2013

Ibu Sang kreator Sejati



“Nobitaaaaaa......!!!! demikian teriakan ibu nobita yang sering kita dengar di film maupun baca di komik doraemon. Karakter Ibu dalam serial doraemon memang sangat kuat. Meskipun bukan sebagai karakter utama, karakter ibu bisa melengkapi dan turut andil dalam penciptaan karakter utama nobita. Nobita dilukiskan sebagai anak kecil yang tidak pintar, cengeng, dan pemalas. Karakter ibu yang sering memarahi nobita makin memperkuat “nilai jual” karakter nobita yang memang diinginkan pencipta komik ini {fujiko f fujio}.
Karakter ibu memang kuat. Dalam kehidupan nyata penghormatan terhadap ibu seolah olah diatas bapak. Hal itu memang terjadi dalam segala aspek, baik politik, pemerintahan, dsb. Bisa kita lihat dari istilah ibu kota dan ibu negara. Bahkan pemerintah sampai menetapkan hari ibu.
Sebegitu  dihormatinya ibu tak bisa lepas dari nilai filosofi ibu itu sendiri. Ibu sebagai yang melahirkan bisa berarti sangat luas. Dalam proses melahirkan itu pun perlu  perjuangan yang bukan main. Seniman yang melahirkan karya bernilai tinggi perlu usaha yang bahkan sampai puluhan tahun. Penulis yang menghasilkan karya tulis bagus juga perlu riset mendalam dengan data yang sangat akurat. Komikus yang melahirkan karya best seller pun demikian. Komikus naruto saat menciptakan karakter naruto saja menurut pengakuan masashi kisimoto sang creator, perlu ribuan kertas. Demikian pula doraemon yang disebut komik best seller sepanjang massa. Saat proses penciptaan karya ini, duo komikus fujiko dan fujio sudah terbiasa kekurangan jam tidur. 

Perjuangan Ibu
Lalu bagaimana dengan ibu yang sesungguhnya? Seperti seniman yang ingin melahirkan karya bagus dan bermanfaat, ibu pun demikian. Saat melahirkan bayinya ibu berjuang seolah sudah tak memikirkan dirinya lagi. Itupun belum cukup. Setelah “karya”nya lahir, ibupun ingin karyanya bagus dan berguna bagi sekitarnya. Untuk itulah semenjak kecil sudah dididik, baik lewat norma dan agama maupun pengetahuan.
Proses penciptaan karya ini tidak berhenti sampai disini. Saat melewati masa remaja sampai dewasa, peran ibu sangat besar pengaruhnya untuk perkembangan anak. Walau bisa menjadi dasar, pendidikan yang ditanamkan sejak dini masih belum cukup membuat anaknya bisa berhasil sampai dewasa, Butuh pengawasan, pendampingan, dan berbagai bentuk metode pendidikan yang disesuaikan usia anak. Belum lagi masalah yang datang dari luar, seperti pergaulan yang riskan dengan hal hal negatif, pengaruh budaya dari kemajuan jaman, serta proses pencarian jati diri yang juga sangat beresiko, dan ini menjadi hambatan terbesar yang bisa menentukan apakah anaknya akhirnya bisa menjadi “karya” yang bagus atau tidak.. Karena itulah sang ibu akan sangat bangga jika melihat anaknya menjadi orang yang sukses dan berhasil. Seolah-olah ia telah menciptakan karya yang hebat.
Jika diibaratkan seniman, ibu tentulah seniman yang sangat hebat. Tantangan yang dihadapi seniman sebagian besar adalah hal teknis dalam penciptaan karya, serta non teknis seputar marketing, pengaruh masyarakat, style, dan sebagainya. Namun “benda”  yang akan dijadikan karya oleh seniman tersebut dalam posisi pasif dan “menurut” pada seniman. Sehingga seniman bisa lebih fokus dalam berkarya. Sedangkan ibu tidak. Yang ibu hadapi lebih rumit. Bagaimana ibu menghadapi benda hidup yang makin berkembang pemikirannya. Ibu juga tidak bisa bertindak sebagai bos terhadap benda yang akan jadi karyanya ini. Walau mungkin anaknya terlihat menurut, hal yang tersirat pun kadang juga harus diperhatikan. 

Diidolakan anaknya yang hebat
Demikian beratnya tantangan ini menjadikan penghormatan terhadap ibu sudah  merupakan keharusan. Itu pula yang membuat banyak “karya hebat” yang sangat mengidolakan ibunya. Salah satu putra terbaik bangsa, B.J Habibie yang juga mantan presiden ketiga RI, termasuk salah satu diantaranya. Semenjak ayahnya meninggal karena serangan jantung saat Habibie berusia 14 tahun, ibulah yang menjadi penopang hidupnya. Sang ibu dengan sekuat tenaga berusaha mendampingi Habibie yang memang bertalenta tinggi.
Bekal pendidikan dan agama sejak dini dari orang tua terutama ibu ini akhirnya menunjukkan hasilnya. Saat menginjak SMA, Habibie yang berasal dari pare pare sulawesi selatan, akhirnya pindah ke bandung. Di SMA habibie sudah mulai difavoritkan karena kepintarannya. Setelah tamat SMA, beliau melanjutkan ke ITB yang hanya satu tahun, dan kemudian pindah ke jerman. Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule Jerman tahun 1960, dan kemudian mendapatkan gelar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965 dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia. Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN industri strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto.  
Keberhasilan salah satu putra terbaik bangsa ini lah yang menunjukkan bagaimana hebatnya peran ibu. Sejak lahir mungkin bakat dan talenta sudah ada padanya. Namun semua itu akan menjadi sia sia tanpa ada pihak yang memberi landasan kuat. Hal ini pula yang menentukkan keberhasilan anak. Meskipun ada faktor lain yang bisa terjadi, seperti ketiadaan ibu saat anak masih bayi karena sakit, dsb. Dengan kondisi demikian peran ibu digantikan ayah atau orang terdekatnya. Atau dengan kata lain yang menjadi ibu disini adalah ayah atau orang terdekatnya. (Donny J - UCOMIC)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar